Studi: Pasangan Berpenghasilan Rendah Rentan Bercerai


Pemicunya adalah masalah keuangan, mabuk-mabukan dan penyalahgunaan narkoba.

Sebuah studi terbaru mengungkapkan, bahwa orang dengan pendapatan rendah menghargai lembaga pernikahan seperti halnya mereka yang berpendapatan lebih tinggi. Dan mereka juga memiliki standar yang sama untuk sebuah pernikahan yang romantis.

Penelitian terbaru juga menunjukkan, bahwa inisiatif pemerintah untuk memperkuat perkawinan antara penduduk berpenghasilan rendah harus bergerak melampaui promosi nilai perkawinan dan bukan terfokus pada masalah-masalah aktual yang kerap muncul dari pasangan berpenghasilan rendah.




Penelitian yang menganalisis hasil dari survei terhadap 6.012 orang itu, dilakukan oleh Dr Thomas Trail dan Dr Benjamin Karney dari University of California Los Angeles.

Meski penelitian sebelumnya menunjukkan, bahwa tingkat perceraian lebih tinggi dan tingkat pernikahan lebih rendah dikalangan penduduk berpenghasilan rendah di AS, para peneliti menemukan bahwa pada kalangan dengan pendapatan paling rendah, responden berpandangan lebih tradisional terhadap pernikahan daripada responden yang berpenghasilan lebih tinggi.

Meskipun responden berpenghasilan rendah dan tinggi melaporkan standar romantis yang sama, dan masalah yang sama -- misalnya komunikasi --, responden berpenghasilan rendah lebih mungkin mempunyai masalah komunikasi yang dipengaruhi oleh masalah ekonomi dan sosial seperti uang, minum beralkohol dan penggunaan narkoba, ketimbang pasangan yang berpenghasilan lebih tinggi.

Tujuan dari studi ini, kata Trail, untuk memisahkan mitos dari realitas.

Penelitian sebelumnya difokuskan pada kelompok tertentu yang berpenghasilan rendah, termasuk ibu yang tidak menikah (single parent) dan pasangan kumpul kebo yang dikaruniai anak.

Penelitian ini adalah yang pertama yang menggunakan survei komprehensif untuk membandingkan sikap dan pengalaman orang-orang dari berbagai pendapatan. Dan temuan dari penelitian ini memberikan informasi baru yang penting tentang bagaimana orang dengan pendapatan rendah dan tinggi sebenarnya memiliki nilai-nilai yang sama dalam hal standar, dan pengalaman pernikahan.

Para peneliti meminta pandangan para respondeng dengan sampel acak bertingkat dari 4.508 penduduk Florida, dan sampel acak lebih kecil dari California (500), Texas (502) dan New York (502).

66 persen dari responden adalah perempuan, 53 persen menikah dan 61 persen berkulit putih. Sementara 14 persen lebih adalah berkulit hitam, dan 19 persen berasal dari masyarakat non-putih atau hitam latin (Hispanik). Wawancara dilakukan melalui telepon dan berlangsung rata-rata 27 menit.

Rata-rata usia responden hanya dibawah 46 tahun. Dilaporkan pendapatan menempatkan 29 persen dalam kategori berpendapatan rendah, 26 persen dalam kategori pendapatan menengah dan 35 persen dalam kategori berpendapatan tinggi.

Hanya dibawah 10 persen yang menerima bantuan sementara untuk keluarga yang membutuhkan.

Tim menemukan bahwa, dibandingkan dengan orang berpendapatan lebih tinggi, mereka yang berpendapatan rendah ternyata mempunyai nilai-nilai yang sama terhadap pernikahan dan mungkin kurang setuju dengan perceraian.

Namun dalam kenyataanya responden berpenghasilan rendah lebih mungkin mengalami banyak masalah ekonomi yang memicu stres dan berdampak pada keharmonisan rumahtangganya, dibandingkan responden dengan pendapatan yang lebih tinggi.

BERITASATU







BERITA LAINNYA:




Masukkan Email Anda Disini untuk dapatkan BERITA terbaru :

Delivered by FeedBurner




Share/Bookmark
41772-07
 
tv1one tv1one-Online.
Simplicity Edited by Ipiet's Template