Putusan kasasi Mahkamah Agung dalam kasus Prita Mulyasari menuai kecaman dari sejumlah kalangan. Mereka menilai putusan itu tak memenuhi rasa keadilan dan bisa membungkam hak masyarakat dalam menyatakan pendapat. "Putusan yang mengecewakan," kata Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim, kemarin.
Menurut Ifdhal, putusan Mahkamah itu hanya mengedepankan norma hukum positif. Putusan tidak meletakkan persoalan pada prinsip pemenuhan hak asasi. "Ada dimensi kepentingan umum yang lalai dijadikan pertimbangan," ujar Ifdhal.
Jika dipertahankan, Ifdhal khawatir putusan Mahkamah itu akan memberangus hak masyarakat dalam menyatakan pendapat.
Prita digugat Rumah Sakit Omni Internasional gara-gara menulis e-mail yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit itu pada 2009. Di jalur perdata, Rumah Sakit Omni menuntut ganti rugi Rp 204 juta dari ibu rumah tangga itu.
Di jalur pidana, atas laporan Rumah Sakit Omni, Kejaksaan Negeri Tangerang menuntut Prita dihukum enam bulan penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik. Jaksa pun pernah menahan Prita selama 23 hari.
Ulah Rumah Sakit Omni dan tindakan aparat saat itu mengundang kemarahan masyarakat luas. Selain memprotes penahanan Prita, masyarakat mengumpulkan "koin keadilan" untuk Prita, yang jumlahnya mencapai Rp 650 juta. Pengadilan Negeri Tangerang pun akhirnya membebaskan Prita.
Majelis hakim kasasi, melalui putusan nomor register 822 K/PID.SUS/2010, memang menolak permohonan kasasi perkara perdata Prita. Tapi, Mahkamah mengabulkan permohonan kasasi perkara pidananya. Gara-gara keputusan Mahkamah, Prita kini kembali terancam dipenjara selama 5 bulan 7 hari.
Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Martin Hutabarat, mengatakan putusan Mahkamah Agung tersebut melukai rasa keadilan masyarakat. "Ini seperti antiklimaks dari harapan rakyat akan keadilan," kata Martin kemarin.
Komisi Hukum DPR selanjutnya akan memanggil Mahkamah Agung untuk meminta penjelasan tentang putusan itu. Martin pun meminta Kejaksaan menunda eksekusi putusan kasasi tersebut, sebelum Prita melayangkan upaya peninjauan kembali. "Jangan terburu-buru," ujar Martin.
Protes juga datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo, keputusan Mahkamah menjadi tanda buruk bagi perlindungan hak konsumen di Indonesia.
"Prita hanya menyuarakan haknya sebagai konsumen." Hal itu, kata Sudaryatmo, dilindungi Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Selain melayangkan surat protes ke Mahkamah Agung, YLKI akan menekan pengadilan melalui kerja sama dengan lembaga konsumen internasional. "Supaya pengadilan lebih akomodatif terhadap konsumen," kata Sudaryatmo
• Tempo Interaktif.
Putri Ariyanti Haryo Wibowo, Cicit mantan Presiden Soeharto Diancam Hukuman 15 Tahun
Tur Asia, Chelsea Tak Mampir di Indonesia