Kekerasan, Indikator Kepemimpinan Tidak Efektif


Kekerasan demi kekerasan terjadi. Kekerasan yang terjadi tidak ditindak tuntas. Lemahnya penegakan hukum menandakan kepemimpinan di Indonesia tidak efektif.

"Pemimpin seharusnya tidak hanya mengimbau, sebaliknya bertindak sesuai amanat konstitusi, untuk memberi perlindungan dan rasa aman kepada semua warga negara," tutur Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia Benny Susetyo Pr, Rabu (25/7/2012), di Jakarta.

Selama ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih banyak mengimbau dan memberi instruksi.




Hari ini, SBY meminta Kejaksaan Agung mempelajari rekomendasi Komnas HAM soal kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966. SBY juga meminta Badan Pertanahan Nasional menangani konflik tanah yang terjadi di mana-mana. Beberapa kasus kekerasan yang menimpa kelompok minoritas juga tidak tertangani dengan memuaskan.

Amanat konstitusi untuk melindungi warga negara, kata Benny, seharusnya dijalankan dengan mendorong tata kelola penegakan hukum.

Pertama, pemimpin harus memiliki niat politik untuk memutus tali kekerasan melalui pendidikan nilai-nilai antikekerasan serta menegakkan hukum.

"Ini tidak pernah menjadi acuan kebijakan, sekadar wacana," kata Benny.

Aturan, lanjut Benny, sebenarnya sudah cukup. Namun, tiadanya kehendak menjalankan aturan itu belum terlihat. Salah satu faktor penentunya adalah pada kepemimpinan yang reaktif, bukan proaktif untuk menegakkan hukum.

KOMPAS







BERITA LAINNYA:




Masukkan Email Anda Disini untuk dapatkan BERITA terbaru :

Delivered by FeedBurner




Share/Bookmark
41772-07
 
tv1one tv1one-Online.
Simplicity Edited by Ipiet's Template